Permasalahan
pendidikan yang ada di Indonesia tentu tidak akan bisa dilepaskan dari
pihak-pihak yang bertanggung jawab atas pelaksanaan praktek pendidikan tersebut. Mengupas praktek
nyata yang tak jarang memacu peserta didik hanya untuk sekedar mendapatkan
nilai yang bagus,lulus,lalu setelah itu kerja tanpa memperdulikan potensi lain
yang ada pada dirinya. Konsep hukum rimba ini tentu akan menguntungkan mereka
yang benar-benar kompetitif dan pintar. Tetapi akan menyisihkan mereka yang
sebenarnya cerdas tetapi tidak ditangani oleh sistem yang baik.konsep
pendidikan yang seperti inilah yang membuat peserta didik tidak mampu berfikir
kreatif, mereka akan takut hasil karyanya tidak disenangi oleh guru/dosen
karena tidak sesuai dengan “pakem” yang ada. Lalu sebaiknya paradigma apa yang harus
dibenahi?
Peran
orang tua menduduki prioritas yang pertama dan utama. Mereka memiliki peranan
yang sangat penting dengan menghargai fitrah setiap anak. Ada ahli yang
mengatakan bahwa“ Kemampuan anak kita seluas samudera”.jika anak memiliki
respon yang peka terhadap lingkungan,kepedulian tinggi terhadap sesama,maka
cukuplah menyebutnya pandai,pintar,atau mampu meskipun kemampuan tersebut tidak
ada Ujian Nasionalnya. Seperti halnya di dalam psikologi pendidikan dijelaskan
bahwa anak sebenarnya memiliki 3 aspek kemampuan yakni afektif,
psikomotorik,dan kognitif. Yang banyak
terjadi orang tua menganggap anak yang pandai hanya mampu menguasai salah satu
aspek dari ketiga kemampuan tersebut,yaitu kognitif. Belum lagi aspek kognitif
tersebut masih diartikan sanagt sempit. Anak yang mendapatkan nilai 9/10 pada
mata pelajaran seni,agama atau bahasa tentu tidak akan mendapat predikat
pandai, tetapi ia dikatakan pandai ketika ia menguasai pelajaran matematika,ipa
dan ilmu eksak lainnya. Lagi-lagi potensi anak terabaikan. Seandainya kemampuan
psikomotorik anak di sekolah juga diakui dan dihargai maka setiap anak akan
dipandang memiliki kepandaiannya masing-masing. kebanyakan sekolah memang
menempatkan kemampuan kognitif sebagai tolok ukur dalam menilai kemampuan
siswa. sedihnya lagi ketika arti
kognitif tersebut masih dipersempit. Yapz...memang seharusnya kemampuan
psikomotorik anak harus dikembangkan di sekolah dan di rumah. Berilah
kesempatan anak untuk menampilkan karya,imajinasi dan kreativitas dalam tulis
menulis,.dan apapun itu yang terkesan sederhana. Generasi Indonesia kedepan
harus BISA APA,jangan hanya TAHU APA.
*membutuhkan
perenungan yang mendalam*